Iklan

Follow us

Diduga Menjadi Korban Kriminalisasi Terhadap Suami Mereka, 3 IRT Warga Sampit Mengadu Nasip Ke Jakarta Untuk Melapor Ke Mabes Polri Dan Kejagung

Timur Pos
Rabu, 23 November 2022, 19:00 WIB Last Updated 2022-11-23T11:00:21Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

Saat Berada Di Kantor Kejagung

JAKARTA, TIMURPOS.COM - Tiga ibu rumah tangga nekat pergi ke Jakarta untuk mengadukan nasib suami mereka yang diduga menjadi korban kriminalisasi dan ditahan di Polres Kotawaringin Timur, Polda Kalimantan Tengah. 


Ketiga emak-emak tersebut masing-masing Ny. Mega Muspita (30), Ny. Wati (34) dan Ny. Jamilah (40) tiba di Jakarta, Senin (21/11/2022) sore, langsung mengadukan nasibnya ke kantor Sekretariat Gerakan Jalan Lurus (GJL) dan ke kantor Redaksi KoranPagiOnline Group di kawasan Jembatan III, Pluit, Jakarta Utara.


Menurut penuturannya, suami mereka ditahan terkait aksi pemortalan jalan di kawasan perkebunan kelapa sawit pada bulan Juli 2022 . Saat itu ada 12 petani sawit yang diperiksa oleh polisi.


Dalam kurun waktu beberapa pekan, proses penyidikan dilanjutkan kembali dan mereka dinaikkan statusnya menjadi tersangka dan diwajibkan lapor seminggu dua kali di Polsek setempat.


Namun tanpa disangka dan dinyana, ketiga suami emak-emak ini dipanggil ke polsek setempat. Selang beberapa saat datang 4 anggota dari Polres Kotawaringin Timur.  Ketiga petani sawit ini diberitahukan bahwa kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan dan ketiganya digelandang ke Kejaksaan Negeri. Begitu berada kejaksaan, ketiga tersangka disodorkan surat penahanan. Maka ketiga petani sawit ini, Pada tgl 11 Nopember 2022 langsung digiring ke Mapolres Kotawaringin Timur dan segera dijebloskan ke sel penjara.


Ternyata oh ternyata, singkat cerita, ketiga tersangka sudah dinyatakan P.21 dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur. Ketiganya menjadi tahanan titipan kejaksaan di Polres Kotawaringin Timur.


Menurut pengakuan Ny. Mega Puspita selama suaminya masuk dalam sel tahanan, mereka tidak diperbolehkan menjenguk suaminya. 


"Ngantar makanan juga cuma dititipkan di Pos Jaga. Saya hanya diperbolehkan komunikasi lewat video call seminggu dua kali," ujar Ny. Mega.


Nasib serupa dan lebih memprihatinkan juga dialami Ny. Wati dan Ny. Jamilah.  Mereka berdua tidak bisa menemui atau membezuk suaminya. Bahkan, tidak bisa mdlihat barang hidung suaminya di del tahanan. Sedangkan untuk video call terkendala sinyal di tempat tinggalnya.


"Di tempat tinggal kami tidak ada signal sehingga kami tidak bisa komunikasi. Ketika mau bezuk pun kami diusir oleh petugas jaga. Kok, suami saya diperlakukan seperti teroris,.?!" keluh kedua emak-emak ini kepada tim redaksi KopiPagi.


Sementara itu menurut Edy yang mendampingi ketiga emak-emak ini bahwa tuduhan tindak pidana dinilai janggal.  Penetapan pasal semula pasal 107a Undang Undang Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perkebunan, tiba-tiba ada penambahan di pasal 368 ayat 1 KUHP dengan tuduhan pengancaman dan Perampasan.


Masih menurut Edy, laporan lokasi aksi pemortalan juga tidak sesuai dengan titik lahan yang bermasalah. Jadi laporannya dialihkan ke dalam lokasi HGU yang lokasinya di seberang jalan dari lokasi .


"Soal lokasi atau titik pemortalan yang dipindahkan sebenarnya juga masih di lokasi lahan yang masih bersengketa di pengadilan. Jadi ada rekayasa dalam proses hukum ini," ungkap Edy.


“Dalam proses penyelidikan, 3 orang kader GJL yang saat itu belum gelar perkara dan status masih saksi,  memberikan bukti berupa video dan data pendukung yang membuktikan bahwa mereka tidak akan menguasai lahan dan memang hanya untuk menanyakan posisi lahan plasma mereka. Tetapi ditolak, dan oknum penyidik mengatakan nanti saja di buka dipengadilan. Jadi dari statment oknum penyidik dapat disimpulkan kasus itu harus sampai kepengadilan. Padahal itu masih tahap penyelidikan belom ke penyidikan” tambahnya


Kedatangan tiga emak-emak itu ke Jakarta, lanjut Edy,  yakni untuk mencari keadilan terhadap suami mereka. Pihak GJL Jabodetabek  akan mendampingi para korban mengadu ke Kemenko Polhukam, Kejagung, Komnas HAM dan Ka-Div. Propam Polri.


Js Leo Siagian, Korwil GJL Jabodetabek  langsung berkomunikasi dengan Ketum GJL, Riyanta SH,. Kepada pak Ketum & pak Sekjen GJL, dijelaskannya, bahwa setelah membaca dan  membahas Kronologis kasus *penangkapan "3 kader GJL" Kalteng* -- KSB nya, Arpikal, Amir Husin dan M Yasin, yang baru saja dikukuhkan oleh pak Ketum DPN GJL pada tanggal 7 Nopember 2022 yang lalu, dan setelah saya bertemu/ bercerita langsung dgn Ibu Mega, ibu Jamilah dan ibu Wati -- istri dari 3 kader GJL Kalteng itu,.. saya bisa berkesimpulan, bahwa penangkapan itu adalah merupakan *_penghinaan dan pelecehan terhadap organ GJL_*... 


Kasus kejadian yang sebenarnya,.. pd bulan Juli 2022 yang lalu mereka bersama ratusan warga masyarakat, melakukan pemblokiran jalan di kebun klapa sawit,. tapi justru mereka bertiga yang ditangkap polisi pada tgl 11 Nopember 2022, setelah mereka baru saja  dikukuhkan sebagai pengurus *DPW GJL Kalteng, pd tgl 7 Nopember 2022.* Kader GJL tidak boleh diam atas kasus Kalteng ini,... LAWAN...!!!


Leo juga berharap agar Kapolri & Jaksa Agung berkenan mengusut dan menindak Kapolres dan Kajari Kotawaringin Timur, Kalteng itu,. Mereka layak dicopot/ diganti, karena mereka tidak mampu jadi pengayom dan pelindung rakyat kecil, bisanya cuma membela pengusaha yang berani bayar... Sejak ke 3 orang kader GJL itu ditangkap/ dijebloskan ke sel tahanan, di Polres Kotawaringin Timur, Kalteng, hingga saat ini isteri mereka tidak boleh bertemu dan menjenguk suaminya di tahanan,... Mereka cuma boleh berkomunikasi via vidio call setiap hari Senin dan Kamis,.. Tidak boleh dikirimi rokok, hanya boleh nasi bungkus saja, itupun harus dititip di pos penjagaan, tidak boleh jumpa dgn suaminya,... Seperti tahanan teroris saja, ujar Leo Siagian yang mantan aktivis Eksponen Angkatan '66 itu,.. Kita harus melawan kesewenang-wenangan oknum aparat penegak hukum,. "Jangan didiamkan" kata Leo yang juga sebagai Korwil Sumatera DPP Sedulur Jokowi itu mengakhiri.-





(82) 


Komentar

Tampilkan

Terkini