
Pawai Lintas Kerukunan Umat Beragama di Kabupaten Kepulauan Sangihe
SANGIHE, TIMURPOS. COM - Kabupaten Kepulauan Sangihe dalam Suasana kebersamaan dan toleransi kembali mewarnai Bumi Tampungang Lawo. Ratusan peserta dari berbagai komunitas agama mengikuti Pawai Kerukunan Lintas Agama yang digelar oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Sangihe bekerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kamis (30/10/2025).
Meski diguyur hujan, semangat peserta tetap tinggi. Ragam busana adat, simbol keagamaan, dan mobil hias turut menambah warna dalam pawai yang dirancang untuk memperkuat persaudaraan antarumat beragama.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kepulauan Sangihe, Drs. H. Kusnadi, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan perwujudan cita-cita bersama untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman.
“Pawai kerukunan lintas agama itu adalah merupakan impian kita bersama. Menyatukan persepsi bahwa kerukunan tidak hanya berlaku bagi kalangan elit, tokoh umat lintas agama tetapi bagaimana bisa menyampaikan pesan-pesan agar kita terus merawat kerukunan, kebersamaan di tengah-tengah perbedaan itu bisa sampai ke akar rumput atau ke jemaat yang paling bawah,” ujarnya.
Kusnadi menambahkan bahwa kolaborasi antara Kemenag dan FKUB menjadi landasan penting terselenggaranya kegiatan ini.
“Kami berkolaborasi untuk membuat satu event yang bisa menyatukan umat beragama yang berbeda supaya mereka bisa berkolaborasi dalam satu kegiatan. Dan Alhamdulillah, puji Tuhan, berjalan dengan baik walaupun diiringi rintik hujan, antusias peserta luar biasa,” katanya.
Di sisi lain, Fariz Maulana Akbar, Sekretaris Badan Takmir Masjid Al Hijrah Santiago, menekankan pentingnya memastikan kegiatan ini membawa dampak nyata, bukan hanya simbolis.
“Pawai ini penting sebagai simbol, tapi kerukunan tidak boleh berhenti pada simbol saja. Kerukunan itu harus dijalani, bukan hanya ditampilkan secara visual di ruang publik,” ungkapnya.
Fariz menegaskan bahwa kerukunan mestinya dipahami sebagai proses sosial berkelanjutan.
“Harapan kami, kegiatan ini mampu bertransformasi dari seremonial menjadi kerangka berpikir kolektif. Sebab kerukunan tidak boleh diposisikan sebagai proyek seremonial, melainkan sebagai ekosistem sosial yang hidup, berkelanjutan dan melembaga dalam perilaku keseharian masyarakat lintas iman,” lanjut Fariz.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa pawai hanyalah pintu masuk menuju proses yang lebih mendalam.
“Pawai ini merupakan pintu masuk menuju kerukunan yang harmonis berdasarkan budaya dialog, kolaborasi dan saling menghormati yang lebih kokoh,” pungkasnya.
Editor : Alfrets Maurits
Reporter : Tim Pantauan

